Belajar Menulis Ala Wartawan



RESUME 18

Hari : Jumat 13 November 2020

Moderator : Aam Nurhasanah

Narasumber : Nur Aliem Halvaima,SH,MH

Profil Bapak Nur Terbit: Lahir : 10 Agustus 1960. Nama pena : Nur Terbit Beliau menyelesaikan  Sarjana Muda di IAIN Alauddin Makassar, kemudian melanjutkan S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak hanya sampai disini, beliau melanjutkan ke jenjang S2 di Universitas Islam Jakarta, program S2 ilmu hukum dengan tesis "Pola Pemberian Upah Untuk Kesejahteraan Wartawan Media Cetak di Provinsi DKI Jakarta".

Perjalanan Karir Bapak Nur TerbitNur menjalani profesi wartawan daerah di Makassar sejak masih kuliah, berlanjut jadi koresponden Harian Terbit (Pos Kota Grup) di Sulawesi Selatan. Tahun 1984 hijerah ke Jakarta bergabung jadi reporter kemudian redaktur. Tahun 2014 saat koran tempatnya bekerja "dijual", Nur pensiun dini tapi tetap menulis dan jadi redaktur media online www.possore.com sampai saat ini.

Pengalaman Jurnalis:

Beliau sudah malang melintang di dunia jurnalistik, ibarat pepatah telah mengerti asam garam dunia jurnalistik itini. Menjadi wartawan saat masih kuliah di IAIN sekaligus juga sebagai pengelola koran kampus. Beliau sebagai pemegang kartu Wartawan Utama dari Dewan Pers - PWI Pusat ini, antara lain : 

  • Wartawan/Editor Surat Kabar Harian Terbit (Pos Kota Grup) 1980-2014.
  • Pemimpin redaksi Vonis Tipikor versi  majalah dan online 2014-2017. 
  • Pemimpin redaksi Corong versi majalah dan online 2019-2020. 
  • Pemimpin redaksi Telescope versi majalah dan online 2020. 
  • Redaktur Eksekutif Possore.com 2015 s/d Sekarang. 
  • Redaktur/Admin tamu sejumlah media online, majalah, tabloid 2014 s/d sekarang.

Sungguh, terperangah membaca pengalaman beliau. Beliau seorang yang penuh dedikasi yang cukup tinggi di bidang literasi. Tak berhenti disini, pada saat pensiun dini, beliau mulai fokus untuk menulis blog, Kompasiana, mengenal medsos (FB, Twitter, Instagram dan YouTube)

Ngintip  prestasi Bapak Nur Terbit

  • Beliau memperoleh Juara Lomba Menulis Artikel Bertema Pramuka antar wartawan dan Umum Tingkat Nasional yang digelar oleh Kwarna Pramuka, selama 2 tahun berturut-turut, yakni tahun 2011 dan 2013.
  • Juara Lomba Menulis Pengalaman Mudik Asyik Republika Online. 
  • Juara di beberapa lomba menulis blog antara lain: Online Shop Kudo, Lomba Menulis Puisi Spontan Pedas, Lomba Blog Teacher Writing Camp IGI Bekasi, Smartphone Oppo, Dompet Duafa, Asuransi Raksa Online, Online Shop Shofie Martin, Restauran Bebek Kaleyo, BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir), Tokoh Populer, Suara Konsumen.

·         Karya Bapak Nur Terbit: (1) Liku-liku Kisah Wartawan; (2) Wartawan Bangkotan; (3) Mati Ketawa Ala Netizen

Penulisan artikel opini, buku atau karya ilmiah

Penulisan sebuah karya literasi memiliki gaya selingkung yang berbeda-beda. Jika wartawan biasanya akan menuliskan laporan pandangan mata suatu kejadian dilengkapi dengan data dari narasumber kejadian atau TKP. Berbeda lagi dengan penulisan opini atau artikel di koran. "Ada perbedaan pola penulisan berita di koran/media dengan menulis bebas utk artikel di media",begitu paparan chat beliau.

Beliau menjelaskan bahwa di media, ada format atau standar baku, yakni berita tidak boleh (dilarang) memasukkan opini penulisnya atau wartawannya. Tapi si wartawan ingin menyampaikan pendapat, gagasan, pemikiran, boleh saja, dimana diberikan tempat khusus yakni opini, artikel, yang by name. Akan berbeda lagi jika penulisan karya tulis ilmiah untuk Tugas Akhir, Skripsi, Tesis atau pun disertasi. 

Jika seseorang menulis opini di sebuah koran atau surat kabar, biasanya akan mendapatkan fee, dimana besar kecilnya tergantung dari  pengelola media cetak tersebut. Akan lebih tinggi honor bagi para pakar yang memberikan tulisannya atau opininya pada media cetak. Memang menulis opini menurut saya tidak mudah, mungkin kita biasa berbicara untuk menilai sesuatu. Tetapi jika sudah harus dituangkan ke dalam bentuk tulisan, langsung deh buntu. Mungkin kita bisa ngomong berbagai opini yang terbersit di benak kita, tetapi saat akan dituliskan, saya merasa "KO".

Semoga dengan berjalannya waktu dan bersama dengan penggiat literasi di grup ini memberikan angin segar dan dapat belajar menulis opini dengan baik. 

Membaca : Pembuka wawasan untuk menulis

Menurut beliau, manfaat dari membaca adalah

  1. Memperkaya perbendaharaan kata
  2. Belajar Ejaan Yang Disempurnakan
  3. Menambah wawasan, terutama bagaimana format menulis: belajar menyusun paragraf, huruf sambung dan lain-lain

Banyak yang bisa kita pelajari dari membaca karya orang lain, walau pun nantinya tulisan kita akan meniru tulisan tersebut, tetapi pada akhirnya kita akan memiliki gaya sendiri dalam menulis.Hal yang harus dihindari dan kalau perlu ditinggalkan yakni meniru 100% alias menulis jiplak asal sumbernya dan tidak mencantumkan sumbernya. Hal ini sudah termasuk plagiat dan tidak diperbolehkan dalam dunia literasi.

Tips menulis ala Bapak Nur Terbit :

  1. Menulis dengan Rumus 3D :Dialami, Disukai, Dikuasai
  2. Tumbuhkan jiwa PDLS = Peka Dengan Lingkungan Sekitar (KEPO)
  3. Konsisten untuk TBTO = Terus Belajar atau Baca (dari) Tulisan Orang
  4. Jangan malas untuk TLMM = Terus Latihan Menulis di Media (Medsos)
  5. Mencobalah memberikan tantangan TILM = Terus Ikut Lomba Menulis, sebagai uji coba sejauh mana kualitas tulisan kita

6.      Rumusan baku dalam menulis 5W + 1 H + S (What, Why, Where, Who, Whom, How , Security)

Memang saat kita menuliskan hal yang kita alami sendiri, pasti  kata-kata akan mengalir bagaikan air terjun bebas ke bawah, bahkan kadang kecepatan kalimat yang terbersit di benak kita terlalu cepat, sehingga kecepatan mengetik kita pun kalah cepat. 

 Saya sering mengalami hal ini, saat benak penuh dengan ide, kemudian akan menuliskannya ke dalam bentuk tulisan, maka kecepatan menulis seakan tidak bisa mengikuti hingga sering terjadi typo atau skip kalimat. Demikian halnya jika menuliskan hal yang disukai atau yang dikuasai. Terkadang kita perlu membuat point-point penting yang akan kita tuliskan sehingga kita tinggal mengembangkan dengan kalimat penjelasnya.

Beliiau memiliki kebiasaan  selain rajin membaca, nonton TV/film, dengar radio untuk memperkaya wawasan sebagai tabungan ide kalau mau menulis, terutama genre fiksi", beliau memaparkannya dalam chat di WAG. Kalau meminjam bahasa anak muda ‘Kepo’ itu ternyata perlu, ya.....Tapi bukan untuk diguncingkan, melainkan sebagai bahan untuk menulis tentunya.

Saat ini : Era Koran dan Media cetak beralih ke digital

Seperti kita lihat sekarang, sudah sangat jarang orang untuk membeli koran atau majalah, semua berita bisa didapat dari sebuah gawai. Walau pun masih ada yang membeli koran, tetapi mungkin hanya sedikit sekali. Tidak seperti pada era 80-anan atau 90-an. Saat sebelum pandemik pun rasanya koran masih lebih baik dibandingkan saat ini.

Di masa ini, berita begitu cepat tersebar, dalam hitungan detik, satu informasi bisa tersebar ke seluruh pelosok wilayah di belahan bumi mana pun. 

Berita hoax atau benar, hampir tidak memiliki perbedaan, disinilah realitanya dimana ada netizen dan lovers. Hidup seseorang bisa hancur karena keripik pedas netizen.

Bahkan jika akan membuat viral sesuatu hanya melalui sebuah gawai, melalui youtube, tik tok atau aplikasi-aplikasi lain sehingga bisa menjadi sumber berita di media masa baik digital atau pun cetak.

Sayangnya, Percepatan informasi ini memang tidak diikuti oleh peningkatan minat baca terhadap buku atau karya ilmiah lain. Pembaca akan lebih tertarik mengikuti berita artis atau entertaint yang lain, dibandingkan meng-update buku terbitan terbaru.



Kesimpulan

Bagi seorang wartawan menulis adalah sebuah perjuangan . Dalam memperoleh berita, tidak mudah, perlu perjuangan dan keberanian. Terkadang harus menghadapi suatu koran dibredel karena berita yang diterbitkannya.




Comments

Popular posts from this blog